02/02/16

[LABORATORIUM LOGAM BERAT] Modul #1




Nonton film musik sudah sejak lama saya lakoni, mungkin 4 tahun lalu. Film pertama yang saya tonton kalau tidak salah Some Kind of Monster milik Metallica dan Back and Forth milik Foo Fighters, dua dari tiga band terfavorit sepanjang masa hahaha. Masih ingat juga saya pernah bela-belain nonton Through the Never-nya Metallica di bioskop sepulang dari JVV Apres saat TPB dulu. Film konser yang epic sekaligus film surealis yang absurd. Entah itu dokumenter, fiksi, atau biopic, film dan musik selalu menarik bagi saya untuk disimak.

Setelah masuk Apres saya selalu ingin bisa nonton film musik rame-rame, namun sayangnya karena kemalasan dan kemaluan hamba, hal ini belum pernah kesampaian. Dari kesukaan membaca majalah musik sejak SMP juga saya jadi membayangkan bagaimana serunya berbagi hal ini dengan orang-orang yang sama antusiasnya dengan saya.

Ide ini sebenarnya dari obrolan lama dengan Mas Rilis setelah tahu bahwa di Sunken banyak yang suka musik keras. Tujuan awalnya adalah bikin gig metal Sunken Court. Tapi pasti orangnya yang main bakalan itu-itu saja ya.

Setelah masuk ke grup Aliansi Kebangkitan dan kenal orang-orang di dalamnya, serta didorong oleh Mas Rilis dan Ofek, jadi benar-benar kepikiran dan berani bikin grup Line terpisah untuk orang-orang ITB dengan kuping yang ga normal ini (istilahnya Bung Okie). Tengah-tengah Januari kemarin bikin dan dalam semalam langsung ada 20 orang yang gabung, dari seluruh pelosok ITB (akhirnya bukan cuma orang-orang Sunken).

Kenapa namanya “Laboratorium Logam Berat”? Setahu saya di prodi Teknik Material ITB (jurusannya Mas Rilis) ada yang namanya Laboratorium Logam (iya ga sih?). Karena terjemahan harafiah dari heavy metal adalah logam berat ya sudah digabung saja: “Laboratorium Logam Berat”.

Jika kalian yang baca ini tidak tahu musik metal itu yang mana, itu adalah musik yang biasa kalian anggap sebagai musik yang teriak-teriak tidak jelas itu, berisik, dan bikin telinga sakit. Ya, saya juga bertahap sih dengerinnya, dari yang dulu classic rock enteng sampai sekarang bisa tahan dengerin yang rumit dan yang bahkan cuma berisi noise feedback gitar. Terima kasih pada Star FM Pandaan yang saat saya masih duduk di bangku SMP telah mengedukasi dengan program metal-nya yang menemani belajar tiap hari dari jam 7 sampai 9 malam itu.

Dengan sedikit basa-basi berbagi resensi, langsung saya bakar grup itu dengan wacana kopi darat. Setelah beberapa kali belum panas, akhirnya diputuskan tanggal 27 Januari 2016 sebagai hari-H. Posternya bahkan sudah saya bikin seminggu sebelum tanggal itu ditentukan. Niat! :D

Sekali lagi, kenapa dinamai “Modul”? Ya sudah jelas, karena ini laboratorium dan berada di dalam kampus, maka yang dilakukan di dalamnya adalah percobaan atau praktikum dan pesertanya disebut praktikan. Nah, tiap praktikum di perkuliahan pasti ada suatu bab yang dipelajari, dan disebut “modul”. Jika kalian mahasiswa sains dan teknik, pasti langsung ngeh lah ya.

\m/\m/


Setelah digadang-gadang oleh pecinta metal di seluruh pelosok ITB (padahal saya yang tidak sabar), terlaksanalah Modul #1 Laboratorium Logam Berat pada Rabu, 27 Januari 2016 lalu. Bersama Bung Ofek, kami angkut sewaan layar dari Unit Kesenian Minang di CC Barat ke teras Tiben (yang ini aing menyesal, karena Apres ternyata punya), menggotong speaker Huper dari Apres, dan satu set proyektor dari Majalah Ganesha. Beberapa orang yang roman-romannya bermaksud hadir di acara itu sudah mulai duduk di sekitar TKP. Ada Bang Jauhari “Faraday” yang baru lulus, Si Alif SBM yang rapih dan mulus, Mas Lio anak bengkel mesin dengan rambutnya yang menggelegar, sampai Om Juan yang berkacamata pun sudah siap duduk manis. Dari sudut Tiben ada Bung Haris, Mas Tarjo, Opik si double agent, Husein, dan menyusul Bung Okie. Dengan satu kalimat pembuka dari aing, “Kalau ada yang perlu disensor, sensor sendiri!”, mulailah orang-orang yang hadir melaksanakan ibadah nonton bareng.

Dari hobi nonton film musik, saya memang sudah merencanakan bahwa pertemuan pertama laboratorium kami wajib diisi dengan nonton bareng Metal: A Headbanger’s Journey. Ya begitulah, hampir semua bahasan di dunia permetalan sudah terangkum di sana. Dari perdebatan klasik tentang siapa band metal pertama yang pernah ada, keragaman dan evolusi musiknya, para pengikutnya yang militan, image seram dan destruktif yang ditonjolkan, isu seksis, agama dan antiagama, censorship, hingga hal sensitif seperti fashion (mungkin suatu hari akan ada modul tentang metal dan fashion bersama anak tekstil FSRD?).

Suasana teras Tiben seperti dipotret oleh Mas Ramjet dengan ponsel saya.
Bung Sam Dunn dari Kanada, salah satu dari jutaan fans metal di Bumi, adalah seorang antropolog garis miring sutradara yang telah berjasa membuat film ini. Setidaknya rasa penasaran saya terwakili dengan dibikinnya film ini. Dalam satu film, beberapa nama-nama besar langsung diwawancarai. Dari rasul pencipta riff metal, Tony Iommi; tiga vokalis metal klasik operatik, Rob Halford, Bruce Dickinson dan Ronnie James Dio; mandor teater seram Alice Cooper; sampai mbah nyentrik yang baru saja meninggal, Lemmy Kilmister. Sam juga sempat hadir di kenduri metal terbesar di Jerman, Wacken Open Air, untuk mengamati perilsaya para metalhead yang sedang beribadah di sana. Unik-unik ternyata. Ada yang karaoke lah, buka lapak kaos dan rekaman lah, ngajak anak kecilnya nonton lah, sampai pacaran pun ada –‘



Ketika semua mendengarkan cerita Om Juan tentang sejarah metal Bandung, saya sibuk berpose di depan kamera.
Setelah nonton selesai, mulailah kami berdiskusi. Dibuka dengan Om Juan tentang sejarah dirinya yang suka musik metal sejak sekolah hingga saat ini karena metal itu keren. Beliau juga bercerita tentang melalui beberapa fase dengan metal, dari bikin band metalcore hingga mengajar tutorial scream di Apres. Alif Aviano si rapih menyusul dengan pertanyaan siapa band metal pertama di Indonesia. Om Juan yang nampaknya sudah tamat di bab ini, menjelaskan tentang asal usul Burgerkill yang ternyata dulu memainkan musik skate punk. Katanya dulu terbagi dua:  geng metal Ujungberung dan geng Tamansari (baru tahu, kan?)
 
Bahasan memanas dengan quote dari Mas Tarjo yang kontroversial “Semua perkawinan di metal itu berhasil, kecuali satu: EMO!” yang disusul dengan gelak tawa seluruh isi teras Tiben. Alif yang tidak terima menanggapi dengan serius dan bercerita tentang Blink-182, Fall Out Boy, hingga Alesana. Haris yang melongo dan kurang paham meminta pencerahan tentang arah pembicaraan yang dimaksud. Saya pun berinisiatif membuka video klip Attack Attack – “Stick Stickly”. Lagu yang menurutku paling mewakili kata Tarjo, “Awalnya serem gitu kan, begitu tengah lagu…..(nyanyi menye)”.

Selain emo, malam itu juga dihiasi dengan pertanyaan “Kenapa harus scream?” dari Opik. Menurut sang tutor scream Om Juan, scream adalah suatu bagian dari musik metal yang notabene juga bentuk seni yang berfungsi sebagai sarana ekspresi dari pelakunya. Tarjo menambahkan bahwa scream adalah bagian dari evolusi musik rock hingga metal. Selain itu menurut Tarjo, suara vokal metal yang kian lama kian seram bisa jadi dipicu oleh para vokalis generasi baru yang gagal secara teknis dalam mengacu pada vokalis di era sebelumnya.

Okie tentang metal dari segi sosiokultural
Metal adalah suatu bentuk ekspresi kemarahan dari apa yang terjadi dan dialami di lingkungan para musisi. Sebagian besar musisinya berasal dari daerah yang secara sosial, ekonomi, atau geografi kurang menyenangkan. Bisa juga berasal dari lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Itu salah satu garis bawah Bung Okie dari film tadi. Dari sisi lain, Tarjo menyederhanakan soal metal, yang memang sejatinya adalah musik. Dan musik diciptakan untuk didengar dan dinikmati. Maka metal sebagai musik harusnya memang bisa dinikmati tidak hanya oleh orang sangar yang sedang marah, Tarjo malam itu memberi kejutan dengan Hevisaurus, band metal untuk anak-anak dari Finlandia. Berkostum dinosaurus warna-warni, berlirik sederhana dan positif. Cocok untuk dikonsumsi anak kecil.

Setelah menonton cuplikan kartun Metalocalypse, parodi band metal yang diusulkan oleh Om Juan. Kami berfoto bersama dengan gambar latar pentagram + Baphomet yang sialnya tidak nampak di hasil gambar karena backlight. Terima kasih pada Zul si kibordis Dinding Kosong yang sudah rela jadi fotografer.

Meski Bung Ofek pulang lebih dulu di tengah-tengah nobar, terima kasih sekali pada beliau, yang telah 
menyambung kerja sama dengan Bung Ramjet, Kadiv Wawasan Apres! ITB, untuk bisa memulai acara kopi darat Modul #1 featuring proker Mari Bicara Musik-nya. Dengan ini Lab Logam Berat dapat privilege untuk pinjam speaker Huper di sekre secara cuma-cuma dan bisa publikasi acara lewat akun Line resmi Apres! ITB. Selain itu sudah barang tentu terima kasih banyak pada Bung Haris dari ISH Tiben yang selalu baik hati memberikan teras sekrenya untuk dihidupi oleh obrolan kopi mahasiswa dari Aliansi Kebangkitan dan bahkan kumpulan baru nan gurem seperti Lab Logam Berat. Se666an!

\m/\m/

Foto di depan layar bergambar pentagram + Baphomet (anggap saja kelihatan)

Quotes
“Kalau ada yang perlu disensor, sensor sendiri!” – Mecil
“Semua perkawinan di metal itu berhasil, kecuali satu: EMO!” – Tarjo
“Metal itu keren!” – Juan
“Satan….(minum)” – Gaahl
“Kenapa harus ada scream?” – Opik
“Hevisaurus itu kaderisasi berjenjang. Begitu fans anak-anaknya udah gede, diajakin bakar gereja.” – Mecil

Resensi
Attack Attack! – “Stick Stickly”

Freaxx – “brokeNCYDE”


Ladybaby - 「ニッポン饅頭 / Nippon Manju」

Sektemtum – “Aut Caesar Aut Nihil”


Doctor Livingstone – “Le”


Discbrake – “Salvation Oath”


Death Grips – “On GP”


Code Orange – “I Am King”


Hevisaurus – “Liskodisko


Deep Purple – “Perfect Strangers”

Rage Against the Machine – “Renegades of Funk”


Metalocalypse

Tidak ada komentar:

Posting Komentar