Nonton film musik sudah sejak lama saya lakoni, mungkin 4
tahun lalu. Film pertama yang saya tonton kalau tidak salah Some Kind of Monster milik Metallica dan
Back and Forth milik Foo Fighters, dua
dari tiga band terfavorit sepanjang masa hahaha. Masih ingat juga saya pernah bela-belain
nonton Through the Never-nya
Metallica di bioskop sepulang dari
JVV Apres saat TPB dulu. Film konser yang epic
sekaligus film surealis yang absurd. Entah itu dokumenter, fiksi, atau biopic,
film dan musik selalu menarik bagi saya untuk disimak.
Setelah masuk Apres saya selalu ingin bisa nonton film musik
rame-rame, namun sayangnya karena kemalasan dan kemaluan hamba, hal ini belum pernah
kesampaian. Dari kesukaan membaca majalah musik sejak SMP juga saya jadi
membayangkan bagaimana serunya berbagi hal ini dengan orang-orang yang sama
antusiasnya dengan saya.
Ide ini sebenarnya dari obrolan lama dengan Mas Rilis
setelah tahu bahwa di Sunken banyak yang suka musik keras. Tujuan awalnya adalah
bikin gig metal Sunken Court. Tapi
pasti orangnya yang main bakalan itu-itu saja ya.
Setelah masuk ke grup Aliansi Kebangkitan dan kenal
orang-orang di dalamnya, serta didorong oleh Mas Rilis dan Ofek, jadi
benar-benar kepikiran dan berani bikin grup Line terpisah untuk orang-orang ITB
dengan kuping yang ga normal ini (istilahnya Bung Okie). Tengah-tengah Januari
kemarin bikin dan dalam semalam langsung ada 20 orang yang gabung, dari seluruh
pelosok ITB (akhirnya bukan cuma orang-orang Sunken).
Kenapa namanya “Laboratorium Logam Berat”? Setahu saya di
prodi Teknik Material ITB (jurusannya Mas Rilis) ada yang namanya Laboratorium
Logam (iya ga sih?). Karena terjemahan harafiah dari heavy metal adalah logam
berat ya sudah digabung saja: “Laboratorium Logam Berat”.
Jika kalian yang baca ini tidak tahu musik metal itu yang
mana, itu adalah musik yang biasa kalian anggap sebagai musik yang
teriak-teriak tidak jelas itu, berisik, dan bikin telinga sakit. Ya, saya juga
bertahap sih dengerinnya, dari yang dulu classic
rock enteng sampai sekarang bisa tahan dengerin yang rumit dan yang bahkan
cuma berisi noise feedback gitar.
Terima kasih pada Star FM Pandaan yang saat saya masih duduk di bangku SMP
telah mengedukasi dengan program metal-nya yang menemani belajar tiap hari dari
jam 7 sampai 9 malam itu.
Dengan sedikit basa-basi berbagi resensi, langsung saya
bakar grup itu dengan wacana kopi darat. Setelah beberapa kali belum panas, akhirnya
diputuskan tanggal 27 Januari 2016 sebagai hari-H. Posternya bahkan sudah saya bikin
seminggu sebelum tanggal itu ditentukan. Niat! :D
Sekali lagi, kenapa dinamai “Modul”? Ya sudah jelas, karena
ini laboratorium dan berada di dalam kampus, maka yang dilakukan di dalamnya
adalah percobaan atau praktikum dan pesertanya disebut praktikan. Nah, tiap
praktikum di perkuliahan pasti ada suatu bab yang dipelajari, dan disebut “modul”.
Jika kalian mahasiswa sains dan teknik, pasti langsung ngeh lah ya.
\m/\m/
Setelah digadang-gadang oleh pecinta metal di seluruh
pelosok ITB (padahal saya yang tidak sabar), terlaksanalah Modul #1 Laboratorium
Logam Berat pada Rabu, 27 Januari 2016 lalu. Bersama Bung Ofek, kami angkut
sewaan layar dari Unit Kesenian Minang di CC Barat ke teras Tiben (yang ini
aing menyesal, karena Apres ternyata punya), menggotong speaker Huper dari Apres, dan satu set proyektor dari Majalah
Ganesha. Beberapa orang yang roman-romannya bermaksud hadir di acara itu sudah
mulai duduk di sekitar TKP. Ada Bang Jauhari “Faraday” yang baru lulus, Si Alif
SBM yang rapih dan mulus, Mas Lio anak bengkel mesin dengan rambutnya yang menggelegar,
sampai Om Juan yang berkacamata pun sudah siap duduk manis. Dari sudut Tiben
ada Bung Haris, Mas Tarjo, Opik si double
agent, Husein, dan menyusul Bung Okie.
Dengan satu kalimat pembuka dari aing, “Kalau ada yang perlu disensor,
sensor sendiri!”, mulailah orang-orang yang hadir melaksanakan ibadah nonton
bareng.
Dari hobi nonton film musik, saya memang sudah merencanakan
bahwa pertemuan pertama laboratorium kami wajib diisi dengan nonton bareng Metal: A Headbanger’s Journey. Ya
begitulah, hampir semua bahasan di dunia permetalan sudah terangkum di sana.
Dari perdebatan klasik tentang siapa band metal pertama yang pernah ada,
keragaman dan evolusi musiknya, para pengikutnya yang militan, image seram dan destruktif yang
ditonjolkan, isu seksis, agama dan antiagama, censorship, hingga hal sensitif seperti fashion (mungkin suatu hari akan ada modul tentang metal dan fashion bersama anak tekstil FSRD?).
![]() |
| Suasana teras Tiben seperti dipotret oleh Mas Ramjet dengan ponsel saya. |
Bung Sam Dunn dari Kanada, salah satu dari jutaan fans metal
di Bumi, adalah seorang antropolog garis miring sutradara yang telah berjasa
membuat film ini. Setidaknya rasa penasaran saya terwakili dengan dibikinnya
film ini. Dalam satu film, beberapa nama-nama besar langsung diwawancarai. Dari
rasul pencipta riff metal, Tony Iommi; tiga vokalis metal klasik operatik, Rob
Halford, Bruce Dickinson dan Ronnie James Dio; mandor teater seram Alice
Cooper; sampai mbah nyentrik yang baru saja meninggal, Lemmy Kilmister. Sam
juga sempat hadir di kenduri metal terbesar di Jerman, Wacken Open Air, untuk
mengamati perilsaya para metalhead
yang sedang beribadah di sana. Unik-unik ternyata. Ada yang karaoke lah, buka lapak
kaos dan rekaman lah, ngajak anak kecilnya nonton lah, sampai pacaran pun ada
–‘
![]() |
| Ketika semua mendengarkan cerita Om Juan tentang sejarah metal Bandung, saya sibuk berpose di depan kamera. |
Setelah nonton selesai, mulailah kami berdiskusi. Dibuka dengan Om
Juan tentang sejarah dirinya yang suka musik metal sejak sekolah hingga saat ini
karena metal itu keren. Beliau juga bercerita tentang melalui beberapa fase
dengan metal, dari bikin band metalcore hingga mengajar tutorial scream di Apres. Alif Aviano si rapih
menyusul dengan pertanyaan siapa band metal pertama di Indonesia. Om Juan yang nampaknya sudah tamat di bab ini, menjelaskan tentang asal usul Burgerkill yang ternyata dulu memainkan musik skate punk. Katanya dulu terbagi dua: geng metal Ujungberung dan geng Tamansari (baru tahu, kan?)
Bahasan memanas dengan quote dari Mas Tarjo yang
kontroversial “Semua perkawinan di metal itu berhasil, kecuali satu: EMO!” yang
disusul dengan gelak tawa seluruh isi teras Tiben. Alif yang tidak terima
menanggapi dengan serius dan bercerita tentang Blink-182, Fall Out Boy, hingga
Alesana. Haris yang melongo dan kurang paham meminta pencerahan tentang arah
pembicaraan yang dimaksud. Saya pun berinisiatif membuka video klip Attack
Attack – “Stick Stickly”. Lagu yang menurutku paling mewakili kata Tarjo,
“Awalnya serem gitu kan, begitu tengah lagu…..(nyanyi menye)”.
Selain emo, malam itu juga dihiasi dengan pertanyaan “Kenapa
harus scream?” dari Opik. Menurut
sang tutor scream Om Juan, scream adalah suatu bagian dari musik
metal yang notabene juga bentuk seni yang berfungsi sebagai sarana ekspresi
dari pelakunya. Tarjo menambahkan bahwa scream
adalah bagian dari evolusi musik rock hingga metal. Selain itu menurut
Tarjo, suara vokal metal yang kian lama kian seram bisa jadi dipicu oleh para
vokalis generasi baru yang gagal secara teknis dalam mengacu pada vokalis di
era sebelumnya.
![]() |
| Okie tentang metal dari segi sosiokultural |
Metal adalah suatu bentuk ekspresi kemarahan dari apa yang
terjadi dan dialami di lingkungan para musisi. Sebagian besar musisinya berasal
dari daerah yang secara sosial, ekonomi, atau geografi kurang menyenangkan.
Bisa juga berasal dari lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Itu salah satu
garis bawah Bung Okie dari film tadi. Dari sisi lain, Tarjo menyederhanakan
soal metal, yang memang sejatinya adalah musik. Dan musik diciptakan untuk
didengar dan dinikmati. Maka metal sebagai musik harusnya memang bisa dinikmati
tidak hanya oleh orang sangar yang sedang marah, Tarjo malam itu memberi
kejutan dengan Hevisaurus, band metal untuk anak-anak dari Finlandia. Berkostum
dinosaurus warna-warni, berlirik sederhana dan positif. Cocok untuk dikonsumsi
anak kecil.
Setelah menonton cuplikan kartun Metalocalypse, parodi band
metal yang diusulkan oleh Om Juan. Kami berfoto bersama dengan gambar latar
pentagram + Baphomet yang sialnya tidak nampak di hasil gambar karena backlight. Terima kasih pada Zul si kibordis Dinding Kosong yang sudah rela jadi fotografer.
Meski Bung Ofek pulang lebih dulu di tengah-tengah nobar, terima
kasih sekali pada beliau, yang telah
menyambung kerja sama dengan Bung
Ramjet, Kadiv Wawasan Apres! ITB, untuk bisa memulai acara kopi darat Modul #1 featuring proker Mari Bicara Musik-nya.
Dengan ini Lab Logam Berat dapat privilege
untuk pinjam speaker Huper di
sekre secara cuma-cuma dan bisa publikasi acara lewat akun Line resmi Apres!
ITB. Selain itu sudah barang tentu terima kasih banyak pada Bung Haris dari ISH Tiben yang selalu
baik hati memberikan teras sekrenya untuk dihidupi oleh obrolan kopi mahasiswa
dari Aliansi Kebangkitan dan bahkan kumpulan baru nan gurem seperti Lab Logam
Berat. Se666an!
\m/\m/
![]() |
| Foto di depan layar bergambar pentagram + Baphomet (anggap saja kelihatan) |
Quotes
“Kalau ada yang perlu disensor, sensor sendiri!” – Mecil
“Semua perkawinan di metal itu berhasil, kecuali satu: EMO!”
– Tarjo
“Metal itu keren!” – Juan
“Satan….(minum)” – Gaahl
“Kenapa harus ada scream?”
– Opik
“Hevisaurus itu kaderisasi berjenjang. Begitu fans
anak-anaknya udah gede, diajakin bakar gereja.” – Mecil
Resensi
Attack Attack! – “Stick Stickly”
Freaxx – “brokeNCYDE”
Ladybaby - 「ニッポン饅頭 / Nippon Manju」
Sektemtum – “Aut Caesar Aut Nihil”
Doctor Livingstone – “Le”
Discbrake – “Salvation Oath”
Death Grips – “On GP”
Code Orange – “I Am King”
Hevisaurus – “Liskodisko”
Deep Purple – “Perfect Strangers”
Rage Against the Machine – “Renegades of Funk”
Metalocalypse




Tidak ada komentar:
Posting Komentar